Oleh: Budhi Kusuma Wardhana | 22 Maret 2009

Selamat Datang OGB – Orang Gila Baru!

spaduk-calegDiprediksi akan muncul orang-orang gila baru akibat kalah dalam pemilihan umum legislatif April mendatang. Inilah fenomena menyedihkan yang bakal terjadi beberapa bulan mendatang.

Sebuah tulisan editorial di Media Indonesia tanggal 18 Maret 2009 menyebutkan bahwa jutaan orang caleg akan memperebutkan hanya sekitar puluhan ribu kursi legislatif. Sebanyak 11.215 orang memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Selain itu, sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota. Wow, sebuah jumlah yang luar biasa banyaknya.

Barangkali Pemilu ini lebih mirip Ujian Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau Ujian Masuk Calon Pegawai Negeri sipil. Bedanya, untuk mengikuti ujian tersebut kita tidak perlu mengeluarkan biaya besar (kecuali kalau kita menggunakan cara-cara curang dan tidak jujur).

Lain halnya dengan Pemilu, seorang calon legislatif harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk membiayai kampanye, membuat spanduk, poster, baliho, atau foto diri di pinggir-pinggir jalan. Juga biaya-biaya untuk penggalangan massa kampanye. Seorang mantan artis yang sekarang ikut mencalonkan diri sebagai calon legislatif, Bangkit sanjaya, mengaku harus mengeluarkan 500 juta untuk biaya kampanyenya (kompas, 21 Maret 2009).

Seorang caleg tidak hanya mengeluarkan uang untuk biaya kampanye semata. Sebelum Mahkamah Konstitusi menetapkan caleg harus berdasarkan suara terbanyak, UU Pemilu Legislatif No. 10 Tahun 2008 mensyaratkan bahwa anggota legislatif yang terpilih berdasar pada nomor urut di partainya.

Alhasil, kader-kader partai berlomba-lomba mencari no urut kecil dalam daftar calon legislatif. Tentu saja untuk itu tidaklah gratis dan gampang. Seorang teman saya yang menjadi nomor urut satu di salah satu partai kecil mengaku harus menyetor dana 50 juta ke parpol demi menjadi anggota DPRD Kabupaten di daerah Sumatera sana.

Tapi, ternyata nasib berkata lain. Mahkamah Konstitusi mengubah aturan pemilihan menjadi berdasarkan suara terbanyak. Akibatnya caleg harus mengeluarkan dana kampanye lebih besar untuk pertarungan yang luar biasa keras. Mereka tidak hanya bersaing dengan calon-calon dari partai yang lain, tapi perebutan suara juga terjadi antar caleg dalam partai yang sama.

Ternyata hanya sedikit dari mereka yang membiayai kampanyenya dari kelimpahan materi yang dipunyai. Sebagian besar dari mereka terpaksa berhutang, menjual harta benda, atau bahkan ada juga yang berperilaku kriminal demi meluruskan jalan mereka ke parlemen.

Lalu, apa jadinya jika mereka tidak terpilih? Logikanya, mereka pasti kepusingan untuk menutup utang dan malu. Dan dari sinilah gangguan jiwa itu bermula.
ompasikom

 

Sebuah penelitian ahli jiwa Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung yang dikutip tim Editorial Media Indonesia menyebutkan bahwa sangat mungkin para caleg yang tidak lolos bisa gila karena frustrasi. Setelah dilakukan tes di berbagai kota/kabupaten, ditemukan fakta bahwa daya tahan para caleg tidak kuat sehingga susah menerima kenyataan buruk bahwa mereka kalah dalam pemilu.

Akibat kekalahan dalam pemilu, menurut penelitian itu, para caleg bisa mengalami gangguan jiwa yang diawali dengan rasa cemas, susah tidur, putus asa, merasa tak berguna, dan kemungkinan terburuk bunuh diri.

Penelitian itu sudah mempunyai fakta empiris. Seorang calon bupati di Jawa Timur, beberapa waktu lalu, gila karena kalah dalam pilkada. Dia menghabiskan Rp3 miliar hasil mengutang untuk biaya kampanye.

Di sisi lain, infrastruktur Rumah Sakit jiwa (RSJ) di Indonesia sangatlah terbatas. Pemerintah hanya memiliki 32 RSJ di seluruh wilayah tanah air dengan maksimum daya tampung sebesar 8.500 tempat tidur. Tentu saja terlalu sedikit untuk menampung jutaan orang caleg yang gagal.

Karenanya, jika Anda seorang calon wakil rakyat, persiapkanlah mental Anda sekuat mungkin. Terutama mental untuk menerima kekalahan Pemilu. Atau Anda akan lebih dipermalukan lagi karena keleleran di selasar Rumah Sakit Jiwa yang dipenuhi pasien-pasien calon Anggota Dewan yang gagal.

Selamat datang Orang Gila Baru! Wah, tragis sekali!

Catatan : Foto diambil dari
1. Rubrik om Pasikom di http://epaper.kompas.com
2. http://infratel.apakabar.org/streaming/snap/2014.jpg


Tanggapan

  1. Bagaimana ya jika mereka akhirnya dirawat di RS Jiwa atau Panti Orang Gila?

    Yuk kita melongok keadaan panti-panti orang gila. Seperti apa sih kondisinya. Baca ya di sini:

    Yuk, Melongok Panti Orang Gila


Tinggalkan komentar

Kategori